Perusakan lingkungan di Indonesia terus menunjukkan dampaknya. Data terbaru Kementerian Negara Lingkungan Hidup menunjukkan, puluhan daerah aliran sungai atau DAS masuk kategori kritis. Data dalam buku laporan Status Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI) tahun 2006 itu sekaligus juga diartikan kondisi ke-60 DAS memprihatinkan. "Beberapa parameter daerah aliran sungai itu berarti di bawah standar," kata Kepala Bidang Sungai Deputi III Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hermono Sigit di Jakarta. (Kompas, 2007)
Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kerusakan DAS tersebut sangat merugikan kehidupan penduduk, seperti banjir, kekeringan, erosi, sedimentasi, menurunnya kesuburan tanah, produksi pertanian menurun, dan sebagainya. Kerusakan DAS tersebut perlu segera ditangani secara komprehensif melalui perencanaan pengelolaan DAS yang baik sehingga kerusakan lingkungan dapat segera diminimumkan dan pada gilirannya dapat memberikan peningkatan kualitas lingkungan dan kesejahteraan penduduk.
Bagian hulu adalah zona terpenting yang perlu diperhatikan dalam upaya pelestarian Daerah Aliran sungai. Pengelolaan sumberdaya alam di daerah ini akan berdampak pada kualitas tanah dan air sekitar DAS tersebut. Usaha-usaha pertanian disini haruslah diupayakan mengadopsi teknologi-tenologi yang mangacu pada prinsip-prinsi konservasi, karena perubahan vegetasi seperti keterbukaan lahan, maka akan berdampak kepada peningkatan erosi, dan dampak-dampak lain yang berkaitan dengan degradasi lahan.
Menurut Zulrasdi et, al (2005) Kerusakan daerah aliran sungai sangat erat hubungannya dengan kelestarian hutan di daerah hulu sebagai daerah tangkapan hujan. Apabila hutan mengalami kerusakan, maka dapat dipastikan terjadi banjir pada daerah aliran sungai. Untuk itu berusaha tani di daerah DAS, harus diikuti konservasi lahan.
Agar kelestarian sumber daya alam dan keserasian ekosistem dapat memberikan manfaat yang berkesinambungan maka pengelolaan DAS harus dilakukan sebaik mungkin, yang meliputi :
1. Pengelolaan sumber daya alam yang dapat diperbaharui
2. Kelestarian dan keserasian ekosistem (lingkungan hidup)
3. Pemenuhan kebutuhan manusia yang berkelanjutan
4. Pengendalian hubungan timbal balik antara sumber daya alam dengan manusia
Usaha pokok dalam pengawetan tanah dan air meliputi (Zulrasdi et, al. 2005):
1. Pengelolaan lahan
• Sesuai kemampuan lahan
• Mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah
• Melindungi lahan dari ancaman erosi dengan menanam tanaman penutup tanah
• Penggunaan mulsa.
2. Pengelolaan Air
Pengelolaan air adalah usaha-usaha pengembangan sumberdaya air dalam hal :
• Jumlah air yang memadai
• Kwalitas air
• Tersedia air sepanjang tahun
3. Pengelolaan Vegetasi
Pengelolaan vegetasi pada hutan tangkapan air maupun pemeliharaan vegetasi sepanjang aliran sungai, dapat ditempuh dengan cara:
• Penanaman dengan tanaman berakar serabut seperti: bambu yang sangat dianjurkan di pinggiran sungai, kemudian diikuti dengan rumput makanan ternak seperti: Rumput gajah, Rumput Setaria, Rumput Raja, dan lain-lain sebagainya. Penanaman ini dimaksudkan untuk penghalang terjadinya erosi pada tanah.
• Penanaman tanaman semusim untuk lahan yang tidak memiliki kemiringan
• Pembuatan teras. Bila pada lahan tersebut terdapat kemiringan, maka perlu dibuat teras.
4. Usaha Tani Konservasi
Usaha tani konservasi adalah penanaman lahan dengan tanaman pangan serta tanaman yang berfungsi untuk mengurangi erosi (aliran permukaan) dan mempertahankan kesuburan tanah.
Prinsip usaha tani konservasi :
• Mengurangi sekecil mungkin aliran air permukaan dan meresapkan airnya sebesar mungkin ke dalam tanah.
• Memperkecil pengaruh negatif air hujan yang jatuh pada permukaan tanah
• Memanfaatkan semaksimal sumber daya alam dengan memperhatikan kelestarian.
Sistim pengelolaan lahan dengan pendekatan konservasi difokuskan pada bentuk upaya konservasi tanah dan air guna penanggulangan erosi permukaan dan menjaga hilangnya kesuburuan tanah. Tanpa adanya teknik-teknik penanaman yang menitik beratkan pada konservasi, maka akan semakin banyak lahan yang kritis, dan hanya dapat dikelola dalam jangka pendek, sementara untuk jangka panjang, produktifitasnya akan menurun.
Lahan kritis adalah lahan yang karena tidak sesuai penggunaan tanah dan kemampuannya, telah mengalami atau dalam proses kerusakan fisik-kimia-biologi, yang akhirnya membahayakan fungsi hidro-orologi, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan sosial ekonomi dari daerah lingkungan pengaruhnya. Lahan kritis dan marjinal di Indonesia mencapai 43 juta ha, diantaranya 20 juta ha kritis hidroorologisnya dan setiap tahunnya masih terus bertambah (Soewandito, et al 2002).
Untuk memperbaiki kondisi lahan yang telah rusak, maka dapat dilakukan upaya konservasi tanah, dengan rekayasa-rakayasa teknis. Namun upaya konservasi tanah dan air ini dalam memperbaiki serta meningkatkan produkstifitas lahan, haruslah benar-benar tepat sesuai dengan kondisi lahan pemilihan vegatasi serta iklim.
Menurut Sinukaban (1995), seperti yang dikutip Marwah (2001), dalam sistem usahatani konservasi akan diwujudkan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Produksi usahatani cukup tinggi sehingga petani tetap bergairah melanjutkan usahanya
2. Pendapatan petani yang cukup tinggi sehingga petani dapat mendisain masa depan keluarganya dari pendapatan usahataninya.
3. Teknologi yang diterapkan baik teknologi produksi maupun teknologi konservasi dapat diterima dengan senang hati dan diterapkan sesuai kemampuan petani sendiri sehingga sistem usahatani tersebut dapat diteruskan tanpa intervensi dari luar.
4. Komoditi yang diusahakan cukup beragam, sesuai kondisi biofisik, sosial dan ekonomi
5. Erosi lebih kecil dari erosi yang dapat ditoleransikan sehingga produksi yang tinggi tetap dapat dipertahankan atau ditingkatkan dengan fungsi hidrologis tetap terpelihara dengan baik.
6. Sistem penguasaan/pemilikan lahan dapat menjamin keamanan investasi jangka panjang dan menggairahkan petani untuk tetap berusahatani.
Ada beberapa teknologi untuk merehabilitasi lahan dalam kaitannya dengan pembangunan yang berkelanjutan (Sinukaban, 2003) dalam Suhardi (2003) yaitu :
1. Agronomi yang meliputi teknis agronomis seperti TOT, minimum tillage, countur farming, mulsa, pergiliran tanaman (crop rotation), pengelolaan residu tanaman, dll.
2. Vegetatif berupa agroforestry, alley cropping, penanaman rumput.
3. Struktur/konstruksi yaitu bangunan konservasi seperti teras, tanggul, cek dam, Saluran, dll.
4. Manajemen berupa perubahan penggunaan lahan.
Agroforrestry merupakan suatu konsep yang dianggap tepat untuk memadukan konsep-konsep usaha tani dalam rangka peningkatan ekonomi dan konservasi.
Best Solution
For Green Business
Development
Blog Archive
-
▼
2011
(24)
-
▼
Februari
(17)
-
▼
Feb 17
(8)
- Pola Usaha Tani Konservasi
- Agroforestry Sebagai Suatu Sistim Pengelolaan Lahan
- Salah Satu Tehnik Konservasi Tanah dan Air
- Permasalahan Pada Tanah Mineral Masam
- Klasifikasi Kesesuaian Lahan FAO 1976
- Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Jagung
- Kesuburan Biologi (Mikrobiologi) Tanah
- Penilaian Kesuburan Tanah
-
▼
Feb 17
(8)
-
▼
Februari
(17)
Labels
- Biologi Tanah (1)
- Kesehatan (3)
- Kesesuaian Lahan (5)
- Kesuburan Tanah (1)
- Kimia Tanah (1)
- Klasifikasi Tanah (1)
- Konservasi Tanah dan Air (4)
- Lahan Kering (1)
- Materi PMI (3)
- Pedologi Tanah (1)
- Umum (1)
My Profil
About Me
Total Pengunjung
SMS Gratis
Kamis, 17 Februari 2011
Salah Satu Tehnik Konservasi Tanah dan Air
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar